HUKUM PAJAK
Sejarah perpajakan
Pajak pada
mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma cuma), tetapi sifatnya
merupakan suatu kewajiban yang dipaksakan dan harus dilaksakan oleh masyarakat.
Ketika itu
rakyat memberikan upetinya pada raja atau penguasa dalam bentuk natura berupa
padi, ternak, atau hasil tanam lainnya. Pemberian yang dilakukan rakyat saat
itu digunakan untuk kepentingan raja atau penguasa setempat. Sementara
keuntungan yang atau imbalan yang dikembalikan kepada rakyat tidak ada karena sifatnya
memang hanya untuk kepentingan sepihak, dan seolah olah ada paksaan psikologis
karena status social
Namun dalam
perkembangannya, sifat upeti yang diberikan oleh rakyat sudah tidak hanya
mengarah pada raja melainkan sudah memiliki dampak atau mengarah pada rakyat
itu sendiri seperti keamanan rakyat, memelihara jalan, membangun saluran air
untuk pengairan sawah dan membangun sarana social lainnya.
Seiring
dengan perkembangan dalam masyarakat, maka dibuatlah aturan yang lebih baik
yang berkaitan dengan upeti (pemberian) dalam bentuk unsur keadilan. Guna
memenuhi keadilan tersebut maka dibuatlah suatu UU yang mengatur tentang tata
cara pemungutan pajak.
Sejak jaman
belanda ternyata telah diberlakukan cukup banyak UU yang mengatur mengenai
pembayaran pajak, antaranya sebagai berikut:
1.
Ordonansi
rumah tangga (Stbl. 1908 no 13)
2.
Aturan
bea materai (Stbl. 1921 no 498)
3.
Ordonansi
bea balik nama (Stbl. 1924 no 291)
4.
Ordonansi
pajak kekayaan (Stbl. 1932 no 405)
5.
Ordonansi
pajak upah (Stbl. 1934 no 611) dll
Terlalu banyaknya
UU yang dikeluarkan saat itu, mengalami kesulitan dalm pelaksanaannya, selain
itu dalam perkembangannya UU tersebut ternyata tidak memenuhi rasa keadilan.
Menyadari kondisi tersebut maka pada tahun 1983 pemerintah bersama sama dengan
DPR sepakat melakukan reformasi UU perpajakan yang ada dengan mencabut semua UU
yang ada dan mengundangkan 5 paket UU perpajakan, kelima UU tersebut adalah:
1.
UU
no 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP)
2.
UU
no 7 ahun 1983 tentang pajak penghasilan (PPh)
3.
UU
no 8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa dan pajak
penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM)
4.
UU
no 12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan (PBB)
5.
UU
no 13 tahun 1985 tentang bea materai (BM)
Setelah
diberlakukannya UU tersebut banyak perubahan dan penambahan UU yang dilakukan dari
tahun ke tahun, ada sekitar 2x perubahan dari 5 UU tersebut yaitu pada tahun
1994 dan pada tahun 2000. Serta penambahan beberapa UU pendukung.
Semua ini
dilakukan unutuk menjujung tinggi rasa keadilan. Dengan dilakukannya perubahan
atas berbagai perangkat perundang undangan di bidang perpajakan menunjukan
bahwa pemerintah selalu memperhatikan kepentingan (stakeholders) dalam
pembangunan yang bersumber utamanya berasal dari pajak
Pengertian pajak
Untuk
mengetahui arti pajak, Santoso Brotodiharjo, S.H., dalam bukunya “Pengantar
Ilmu Hukum Pajak”, mengemukakan beberapa pendapat pakar tentang definisi pajak
beberapa diantaranya:
1.
Mr.
Dr. N. J. Feldmann
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan
oleh terutang kepada penguasa, ( menurut norma norma yang ditetapkannya secara
umum) tanpa adanya kontra prestasi, dan semata mata digunakan unutk menutup
pengeluaran pengeluaran umum.”
2.
Prof.
Dr. M.J.H. Smeets
“Pajak adalah prestasi pada
pemerintah yang terutang melalui norma norma umum , dan yang dapat
dipaksakannya, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukan dalam hal
yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.”
3.
Dr.
Soeparman Soemahamidjaja
“Pajak adalah iuran wajib berupa uang
atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma norma hokum, guna
menutup biaya produksi barang barang dan jasa jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.”
4.
Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.”
“Pajak adalah iuran rakyat pada khas
negara berdasarkan undang undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa-timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.”
Dari empat
pengertian pajak tersebut , bahwa ada 5 unsur yang melekat dalam pengertian
pajak yaitu :
1.
Pembayaran
pajak harus berdasarkan UU
2.
Sifatnya
dapat dipaksakan
3.
Tidak
ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak
4.
Pemungutan
pajak dilakukan oleh Negara, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak
boleh dipungut oleh swasta)
5.
Pajak
digunakn untuk membiayai pengeluaran pemerintah (ruton dan pembangunan) bagi
kepentingan masyarakat umum
Jadi
diberlakukannya pemungutan pajak adalah untuk kepentingan masyarakat itu
sendiri, supaya ada kepastian dalam proses pengumpulan dan berjalannya
pembangunan secara berkesinambungan, maka sifat pemaksaannya harus ada dan
rakyat itu sendiri telah menyetujuinya dalam bentuk UU. Unsur pemaksaan disini
berarti apabila WP tidak mau membayar pajak, pemerintah dapat melakukan upaya
paksa dengan mengeluarkan suatu surat paksa agar WP mau melunasi utang pajaknya
Pertanyaan
selanjutnya adalah mengapa swasta tidak diperbolehkan melakukan pungutan pajak?
Pertanyaan ini dapat dijawab bahwa yang menjalankan roda pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat adalah pemerintah (baik pusat maupun daerah).
Pemerintah dapat melaksakan pembangunan tidak ada maksud untuk mencari
keuntungan. Selain itu apa yang telah dilakukan pemerintah selalu
dipertanggungjawabkan kepada rakyat dalam kurun waktu tertentu
Uang yang
dikumpulkan dari pajak dan pengeluarannya dilakukan melalui mekanisme control
setiap tahun yang dikenal dengan nama APBN / APBD. Dari format APBN / APBD
dapat diketahui untuk keperluan apa saja uang pajak digunakan
Fungsi pajak
Dalam
literature pajak, sering disebutkan pajak mempunyai dua fungsi yaitu fungsi
budgeter dan fungsi regulerend. Namun dalam perkembangannya fungsi pajak
tersebut dapat dikembangkan dan ditambah dua fungsi lagi, yaitu fungsi
demokrasi dan fungsi redistribusi
1.
Fungsi
budgeter
Adalah suatu fungsi bahwa adalah fungsi yang terletak di sector public,
yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak banyak nya sesuai dengan UU
yang berlaku dan pada waktunya akan digunakan untuk membiyayai pengeluaran
pengeluaran Negara
2.
Fungsi
regulerend
Adalah suatu fungsi bahwa pajak pajak tersebut akan dugunakan sebagai
suatu alat untuk tujuan tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan
3.
Fungsi
demokrasi
Adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud
system gotong royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan demi
kemaslahatan manusia
4.
Fungsi
redistribusi
Yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan
dalam masyarakat
Penggolongan jenis pajak
Jenis jenis
pajak yang dapat dikenakan dapat digolongkan dalam tiga golongan, yaitu menurut
sifatnya, sasaran/objeknya, dan lembaga pemungutannya
1.
Menurut
sifatnya
a.
Pajak
langsung
Adalah pajak pajak yang
bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak (WP) dan tidak dapat
dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara berulang ulang pada waktu
waktu tertentu, misalnya PPh.
b.
Pajak
tidak langsung
Adalah pajak yang
bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal hal
tertentu atau peristiwa peristiwa tertentu saja misalnya pajak pertambahan
nilai
2.
Menurut
sasaran atau objeknya
a.
Pajak
subjektif
Adalah pajak yang
dikenakan dengan pertama tama memperhatikan keadaan pribadi WP (subjeknya).
Setelah diketahui keadaan sunjeknya barulah diperhatikan keadaan objektifnya
sesuai gaya pikul, apakah dapat dikenakan pajak atau tidak, misalnya PPh
b.
Pajak
objektif
Adalah jenis pajak yang
dikenakan dengan pertama tama memperthatikan atau melihat objeknya, baik berupa
keadaan perubahan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar
pajak
3.
Menurut
lembaga pemungutannya
a.
Pajak
pusat
Adalah jenis pajak yang
dipungut oleh pemerintah pusat yang didalam pelaksanaannya dilakukan oleh
depatemen keuangan cq. Direktorat jenderal pajak
Jenis pajak yang dikelola
antara lain:
·
PPh
·
Pajak
pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah
·
Pajak
bumi dan bangunan
·
Pajak/bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan
·
Bea
materai
b.
Pajak
daerah
Adalah jenis pajak yang
dipungut oleh pemerintah daerah yang dalam pelaksanaannya sehari hari dilakukan
oleh dinas pendapatan daerah (dipenda)
Jenis pajak yang dikelola
antara lain:
·
Pajak
daerah Tk. I terdiri atas:
o
Pajak
kendaraan bermotor
o
Bea
milik nama kendaraan bermotor
o
Pajak
bahan bakar kendaraan bermotor
·
Pajak
daerah Tk. II terdiri atas:
o
Pajak
hotel dan restaurant
o
Pajak
hiburan
o
Pajak
reklame
o
Pajak
penerangan jalan
o
Pajak
pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C
o
Pajak
pemanfaatan air bawah tanah da nair permukaan
Dasar atau Teori Dalam Pemungutan Pajak
Pertanyaan yang sering terdengar.
Kenapa harus dilakukan pemungutan pajak? Pertanyaan ini sangat menarik karena tidak
ada seorangpun yang rela membayar pajak untuk Negara, serta tidaka adanya
timbal balik langsung yang dapat dirasakan. Bahkan sekalipun sudah ada teori
teori yang mendasarinya, tetap saja pembayaran pajak dirasakan suatu beban
semata. Adapun tori yang dimaksud yaitu:
1.
Teori
asuransi
Teori asuransi diartikan dengan suatu kepentingan masyarakat (seseorang)
yang harus dilindungi oleh Negara. Masyarakat seakan memepertanggungkan
keselamatan dan keamanan jiwanya kepada Negara. Teori asuransi ini hanya
memeberi landasan, karena pada dasarnya teori ini tidak tepat untuk melandasi
adanya pemungutan pajak
2.
Teori
kepentingan
Teori kepentingan diartikan sebagai Negara yang melindungi kepentingan
harta benda dan jiwa warga Negara dengan memperhatikan pembagian beban pajak
yang harus dipungut dari seluruh penduduknya
Teori kepentingan sebagai landasan teori unutk pemungutan pajak kurang
tepat, sebab seharusnya kepentingan warga yang memiliki harta yang sedikit
secara social kepentingannya lebih banyak dan seharusnya membayar pajak dan
juga seharusnya lebih banyak, namun hal yang demikian tetunya tidak mungkin
sehingga teori kepentingan sebagai landasan pemungutan pajak kurang tapat
3.
Teori
gaya pikul
Dasar teori ini adalah asas keadilan, yaitu setiap orang yang dikenakan
pajak harus sama beratnya. Pjak yang harus dibayar menurut gaya pikul seseorang
yang ukurannya adalah besarnya penghasilan dan besarnya pengeluaran yang
dilakukan. Teori gaya pikul ini ternyata diakui dan diikuti oleh para sarjana
karena lebih menekankan pada insur kemampuan seseorang dan rasa keadilan.
4.
Teori
gaya beli
Teori menekankan bahwa pembayaran pajak yang dilakukan kepada Negara
dimaksudkan untuk memlihara mesyarakat dalam Negara yang bersangkutan.
5.
Teori
bakti
Teori menekankan pada paham organische staatsleer yang mengajarkan bahwa karena
sifat Negara sebagai suatu organisasi dai individu individu maka timbul hak
mutlak Negara memungut pajak. Maka pembayaran pajak yang dilakukan kepada
Negara merupakan bakti dari masyarakat pada Negara, karena negaralah yang
bertugas menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya
0 komentar:
Posting Komentar