RSS
Facebook
Twitter

Jumat, 21 November 2014

Hukum Pajak

HUKUM PAJAK
Sejarah perpajakan
Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma cuma), tetapi sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dipaksakan dan harus dilaksakan oleh masyarakat.
Ketika itu rakyat memberikan upetinya pada raja atau penguasa dalam bentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil tanam lainnya. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk kepentingan raja atau penguasa setempat. Sementara keuntungan yang atau imbalan yang dikembalikan kepada rakyat tidak ada karena sifatnya memang hanya untuk kepentingan sepihak, dan seolah olah ada paksaan psikologis karena status social
Namun dalam perkembangannya, sifat upeti yang diberikan oleh rakyat sudah tidak hanya mengarah pada raja melainkan sudah memiliki dampak atau mengarah pada rakyat itu sendiri seperti keamanan rakyat, memelihara jalan, membangun saluran air untuk pengairan sawah dan membangun sarana social lainnya.
Seiring dengan perkembangan dalam masyarakat, maka dibuatlah aturan yang lebih baik yang berkaitan dengan upeti (pemberian) dalam bentuk unsur keadilan. Guna memenuhi keadilan tersebut maka dibuatlah suatu UU yang mengatur tentang tata cara pemungutan pajak.
Sejak jaman belanda ternyata telah diberlakukan cukup banyak UU yang mengatur mengenai pembayaran pajak, antaranya sebagai berikut:
1.      Ordonansi rumah tangga (Stbl. 1908 no 13)
2.      Aturan bea materai (Stbl. 1921 no 498)
3.      Ordonansi bea balik nama (Stbl. 1924 no 291)
4.      Ordonansi pajak kekayaan (Stbl. 1932 no 405)
5.      Ordonansi pajak upah (Stbl. 1934 no 611) dll
Terlalu banyaknya UU yang dikeluarkan saat itu, mengalami kesulitan dalm pelaksanaannya, selain itu dalam perkembangannya UU tersebut ternyata tidak memenuhi rasa keadilan. Menyadari kondisi tersebut maka pada tahun 1983 pemerintah bersama sama dengan DPR sepakat melakukan reformasi UU perpajakan yang ada dengan mencabut semua UU yang ada dan mengundangkan 5 paket UU perpajakan, kelima UU tersebut adalah:
1.      UU no 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP)
2.      UU no 7 ahun 1983 tentang pajak penghasilan (PPh)
3.      UU no 8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM)
4.      UU no 12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan (PBB)
5.      UU no 13 tahun 1985 tentang bea materai (BM)
Setelah diberlakukannya UU tersebut banyak perubahan dan penambahan UU yang dilakukan dari tahun ke tahun, ada sekitar 2x perubahan dari 5 UU tersebut yaitu pada tahun 1994 dan pada tahun 2000. Serta penambahan beberapa UU pendukung.
Semua ini dilakukan unutuk menjujung tinggi rasa keadilan. Dengan dilakukannya perubahan atas berbagai perangkat perundang undangan di bidang perpajakan menunjukan bahwa pemerintah selalu memperhatikan kepentingan (stakeholders) dalam pembangunan yang bersumber utamanya berasal dari pajak

Pengertian pajak
Untuk mengetahui arti pajak, Santoso Brotodiharjo, S.H., dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”, mengemukakan beberapa pendapat pakar tentang definisi pajak beberapa diantaranya:
1.      Mr. Dr. N. J. Feldmann
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan oleh terutang kepada penguasa, ( menurut norma norma yang ditetapkannya secara umum) tanpa adanya kontra prestasi, dan semata mata digunakan unutk menutup pengeluaran pengeluaran umum.”
2.      Prof. Dr. M.J.H. Smeets
“Pajak adalah prestasi pada pemerintah yang terutang melalui norma norma umum , dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.”
3.      Dr. Soeparman Soemahamidjaja
“Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma norma hokum, guna menutup biaya produksi barang barang dan jasa jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”
4.      Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.”
“Pajak adalah iuran rakyat pada khas negara berdasarkan undang undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Dari empat pengertian pajak tersebut , bahwa ada 5 unsur yang melekat dalam pengertian pajak yaitu :
1.      Pembayaran pajak harus berdasarkan UU
2.      Sifatnya dapat dipaksakan
3.      Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak
4.      Pemungutan pajak dilakukan oleh Negara, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta)
5.      Pajak digunakn untuk membiayai pengeluaran pemerintah (ruton dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum
Jadi diberlakukannya pemungutan pajak adalah untuk kepentingan masyarakat itu sendiri, supaya ada kepastian dalam proses pengumpulan dan berjalannya pembangunan secara berkesinambungan, maka sifat pemaksaannya harus ada dan rakyat itu sendiri telah menyetujuinya dalam bentuk UU. Unsur pemaksaan disini berarti apabila WP tidak mau membayar pajak, pemerintah dapat melakukan upaya paksa dengan mengeluarkan suatu surat paksa agar WP mau melunasi utang pajaknya
Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa swasta tidak diperbolehkan melakukan pungutan pajak? Pertanyaan ini dapat dijawab bahwa yang menjalankan roda pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat adalah pemerintah (baik pusat maupun daerah). Pemerintah dapat melaksakan pembangunan tidak ada maksud untuk mencari keuntungan. Selain itu apa yang telah dilakukan pemerintah selalu dipertanggungjawabkan kepada rakyat dalam kurun waktu tertentu
Uang yang dikumpulkan dari pajak dan pengeluarannya dilakukan melalui mekanisme control setiap tahun yang dikenal dengan nama APBN / APBD. Dari format APBN / APBD dapat diketahui untuk keperluan apa saja uang pajak digunakan

Fungsi pajak
Dalam literature pajak, sering disebutkan pajak mempunyai dua fungsi yaitu fungsi budgeter dan fungsi regulerend. Namun dalam perkembangannya fungsi pajak tersebut dapat dikembangkan dan ditambah dua fungsi lagi, yaitu fungsi demokrasi dan fungsi redistribusi
1.      Fungsi budgeter
Adalah suatu fungsi bahwa adalah fungsi yang terletak di sector public, yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak banyak nya sesuai dengan UU yang berlaku dan pada waktunya akan digunakan untuk membiyayai pengeluaran pengeluaran Negara

2.      Fungsi regulerend
Adalah suatu fungsi bahwa pajak pajak tersebut akan dugunakan sebagai suatu alat untuk tujuan tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan

3.      Fungsi demokrasi
Adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud system gotong royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan demi kemaslahatan manusia

4.      Fungsi redistribusi
Yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat


Penggolongan jenis pajak
Jenis jenis pajak yang dapat dikenakan dapat digolongkan dalam tiga golongan, yaitu menurut sifatnya, sasaran/objeknya, dan lembaga pemungutannya
1.      Menurut sifatnya
a.      Pajak langsung
Adalah pajak pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak (WP) dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara berulang ulang pada waktu waktu tertentu, misalnya PPh.
b.      Pajak tidak langsung
Adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal hal tertentu atau peristiwa peristiwa tertentu saja misalnya pajak pertambahan nilai

2.      Menurut sasaran atau objeknya
a.      Pajak subjektif
Adalah pajak yang dikenakan dengan pertama tama memperhatikan keadaan pribadi WP (subjeknya). Setelah diketahui keadaan sunjeknya barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul, apakah dapat dikenakan pajak atau tidak, misalnya PPh
b.      Pajak objektif
Adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama tama memperthatikan atau melihat objeknya, baik berupa keadaan perubahan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak

3.      Menurut lembaga pemungutannya
a.      Pajak pusat
Adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang didalam pelaksanaannya dilakukan oleh depatemen keuangan cq. Direktorat jenderal pajak
Jenis pajak yang dikelola antara lain:
·         PPh
·         Pajak pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah
·         Pajak bumi dan bangunan
·         Pajak/bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
·         Bea materai
b.      Pajak daerah
Adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang dalam pelaksanaannya sehari hari dilakukan oleh dinas pendapatan daerah (dipenda)
Jenis pajak yang dikelola antara lain:
·         Pajak daerah Tk. I terdiri atas:
o   Pajak kendaraan bermotor
o   Bea milik nama kendaraan bermotor
o   Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
·         Pajak daerah Tk. II terdiri atas:
o   Pajak hotel dan restaurant
o   Pajak hiburan
o   Pajak reklame
o   Pajak penerangan jalan
o   Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C
o   Pajak pemanfaatan air bawah tanah da nair permukaan

Dasar atau Teori Dalam Pemungutan Pajak

Pertanyaan yang sering terdengar. Kenapa harus dilakukan pemungutan pajak? Pertanyaan ini sangat menarik karena tidak ada seorangpun yang rela membayar pajak untuk Negara, serta tidaka adanya timbal balik langsung yang dapat dirasakan. Bahkan sekalipun sudah ada teori teori yang mendasarinya, tetap saja pembayaran pajak dirasakan suatu beban semata. Adapun tori yang dimaksud yaitu:
1.      Teori asuransi
Teori asuransi diartikan dengan suatu kepentingan masyarakat (seseorang) yang harus dilindungi oleh Negara. Masyarakat seakan memepertanggungkan keselamatan dan keamanan jiwanya kepada Negara. Teori asuransi ini hanya memeberi landasan, karena pada dasarnya teori ini tidak tepat untuk melandasi adanya pemungutan pajak
2.      Teori kepentingan
Teori kepentingan diartikan sebagai Negara yang melindungi kepentingan harta benda dan jiwa warga Negara dengan memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduknya
Teori kepentingan sebagai landasan teori unutk pemungutan pajak kurang tepat, sebab seharusnya kepentingan warga yang memiliki harta yang sedikit secara social kepentingannya lebih banyak dan seharusnya membayar pajak dan juga seharusnya lebih banyak, namun hal yang demikian tetunya tidak mungkin sehingga teori kepentingan sebagai landasan pemungutan pajak kurang tapat
3.      Teori gaya pikul
Dasar teori ini adalah asas keadilan, yaitu setiap orang yang dikenakan pajak harus sama beratnya. Pjak yang harus dibayar menurut gaya pikul seseorang yang ukurannya adalah besarnya penghasilan dan besarnya pengeluaran yang dilakukan. Teori gaya pikul ini ternyata diakui dan diikuti oleh para sarjana karena lebih menekankan pada insur kemampuan seseorang dan rasa keadilan.
4.      Teori gaya beli
Teori menekankan bahwa pembayaran pajak yang dilakukan kepada Negara dimaksudkan untuk memlihara mesyarakat dalam Negara yang bersangkutan.
5.      Teori bakti

Teori menekankan pada paham organische staatsleer yang mengajarkan bahwa karena sifat Negara sebagai suatu organisasi dai individu individu maka timbul hak mutlak Negara memungut pajak. Maka pembayaran pajak yang dilakukan kepada Negara merupakan bakti dari masyarakat pada Negara, karena negaralah yang bertugas menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya

0 komentar:

Posting Komentar

  • Blogger news

  • Blogroll

  • About